Learning dan Intelegensi

 Learning dan Intelegensi


Nama     : Hanum Nabilah

NIM      : 2310321011

Kelas     : Psikologi A

Dosen Pengampu :

Diny Amenike, M.Psi.,Psikolog

Mafaza, S.Psi.,M.Sc

 Puji Gufron Rhodes, S.Psi, M.Si,



1.     Pengertian Learnining (Pembelajaran)

Kata belajar mungkin sudah tidak asing lagi kita dengar, belajar merupakan suatu proses yang kita lakukan untuk mempelajari atau memahami sesuatu. Belajar itu relative permanen, maksudnya relative permanen yaitu bagaimana cara kita menerima perubahan tersebut. Perubahan dari yang awalnya belum tahu menjadi tahu dengan prose belajar. Relative permanen ini mengacu pada perubahan otak kita secara fisik saat kita mempelajari sesuatu, otak akan berusaha menyimpan dan mengingat hal itu.

Dalam proses belajar berkaitan dengan pengalaman dan praktek. Contohnya saat kita melakukan sesuatu yang menyakitkan maka untuk kedepannya kita akan menghindari hal tersebut. Begitupun sebaliknya jika kita punya pengalaman yang menyenangkan maka kedepannya kita akan mengulangi hal yang sama. Disinilah pengalaman kita berperan. Namun tidak semua perubahan disebut sebagai pembelajaran, seperti perubahan tinggi badan, berat badan itu bukanlah pembelajaran melainkan dipengaruhi factor biologis.

 

2.     Classical Conditioning

Classical Conditioning ini merupakan sebuah teori yang mempelajari suatu kondisi dimana mengaitkan hubungan antara stimulus dan respon. Berawal dari Pavlov mengenai penelitiannya terhadap anjing, yang mana anjing tersebut mengeluarkan salivanya saat diberi makanan. Saliva ini dapat mebantu anjing dalam mencerna makanan, Pavlov menyadari dengan adanya stimulus maka akan ada respon. Stimulus disini yaitu makanan dan responnya saliva. Lalu Pavlov juga mempelajari mengenai klasik pengkondisian (Classical Conditioning).

Elements dari Classical Conditioning, jika suatu stimulus tanpa syarat berarti unconditioned stimulus (UCS), yang mana adanya respon dari stimulus yang tanpa dipelajari yang terjadi secara spontan atau otomatis. Pada penelitian Pavlov terhadap anjing, saat melihat piring berisikan makanan ia akan mengeluarkan air liur secara otomatis. Respon yang tidak dipelajari disebut unconditioned response (UCR).

Conditioned stimulus (CS) disini respon yang diberikan itu sudah dipelajari makanya disebut terkondisi. Pada penelitian Pavlov itu dengan adanya bel, saat ada bel tidak ada makanan tidak ada saliva, lalu ada bel ada makanan ada saliva. Hal ini dilakukan secara berulang maka saat ada bel saja sudah ada saliva, begitulah bentuk Pelajaran responnya. Respon yang dipelajari disebut conditioned response (CR).

Namun hal ini terdapat beberapa pengecualian :

1.     CS harus lebih dahulu dari UCS, maka bel harus lebih dulu dari pemberian makanan.

2.     CS dan UCS harus dalam waktu yang berdekatan, agar anjingnya bisa mendeteksi dan mudah mempelajari kondisi tersebut.

3.     Stimulus netral harus dipasangkan dengan UCS.

4.     CS itu biasanya harus berupa stimulus yang menonjol, karena jika tidak maka akan susah dideteksi.

Ada beberapa prinsip dari Classical Conditioning :

1.     Stimulus Generalization

Pavlov menemukan jika terdapat stimulus yang diberikan itu memiliki nada atau suara yang serupa maka cenderung akan memberikan respon yang sama. Contohnya saat mendengar bor gigi kita merasa cemas maka akan serupa pula saat mendengar mesin bor jalan, kita juga akan cemas.

2.     Stimulus Discrimination

Suatu kondisi dimana dapat membedakan respon yang diberikan terhadap stimulus yang berbeda. Pada teori ini juga dapat memutuskan apakah kita akan merespon atau tidak.

3.     Extinstion

Hilang atau punahnya respon suatu organisme, hal ini diakibatkan oleh CS tidak diikuti oleh UCS. Sedangkan pada pengecualian di atas dijelaskan bahwa CS dan UCS itu harus dalam waktu yang berdekatan, hal ini juga termasuk pembelajaran yang akan mempengaruhi kepercayaan.

4.     Spontaneous Recovery

Merupakan pemulihan secara spontan, yang mana hal ini terjadi dengan tumbuhnya respon lagi atau CS setelah mengalami kepunahan. Namun biasanya pemulihan ini bersifat lemah dan dalam waktu yang sebentar.

 

3.     Operant Conditioning

Pada Operant Conditioning ini mempelajari mengenai proses belajar atas dasar sengaja.

a.     Operant Conditioning Menurut Thorndike

Kotak puzzle dan hukum efek, Thorndike merupakan salah satu ahli yang meneliti tentang mempelajari proses sukarela atau sengaja. Meskipun awalnya ini tidak bisa dikatakan operant conditioning, Thorndike meneliti seekor kucing yang dimasukkan ke dalam puzzle box yang mana jika ingin keluar dengan menekan tombol pada lantai kotak. Saat diletakkan makanan di luar kotak, kucing itu akan terangsang dan mencari jalan keluar dengan mendorong, menggesekkan badannya, namun tidak berhasil. Namun dengan tidak sengaja ia menekan tombol itu dan seketika kotak terbuka dan kucing bisa melarikan diri dan mendapat makanan. Dapat disimpulkan hukum efeknya bahwa jika tindakan itu mendapat konsekuensi yang menyenangkan maka akan terulang kembali dan begitupun sebaliknya jika konsekuensinya tidak menyenangkan maka tidak akan terulang lagi.

b.     Operant Conditioning Menurut B.F. Skinner

Skinner dalam karya Thorndike menjelaskan bahwa semuanya merupakan proses pembelajaran, hingga dinamakanlah operant conditioning. Menurut Skinner operant conditioning adalah apapun kegiatan yang kita lakukan di lingkungan, menurutnya segala tindakan sukarela itu dilakukan untuk mencapai keinginan dan menghindari hal yang tidak kita inginkan. Operant conditioning ini lebih berfokus pada apa yang didapatkan setelah perilaku, apa konsekuensinya.

c.     Reinforcement

Reinforcement adalah suatu bentuk penguatan untuk respon yang lebih besar, biasanya untuk konsekuensi yang bersifat menyenangkan dan akan berpotensi untuk terjadi kembali.

Primary and Secondary Reinforcers merupakan sebuah peristiwa atau benda yang berguna untuk memperkuat perilaku. Contohnya disaat ibu menyuruh kakak untuk membantu di dapur dan akan diberi hadia yaitu ada 2 pilihan, antara mainan dan uang Rp. 100.000, maka kakak akan cenderung memilih uang. Beda lagi jika ibu menyuruh adik masih dengan hadiah yang sama, maka adik akan cenderung memilih mainan karena ia masih belum paham harga dari uang tersebut.

·       Penguatan Positif

Penguatan ini mendapatkan konsekuensi yang positif atau menyenangkan dan akan meningkatkan respon serta akan berpotensi besar untuk terulang kembali.

·       Penguatan Negatif

Penguatan ini sebaliknya yakni dengan konsekuensi yang negative atau tidak menyenangkan, namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat terulang Kembali. Hal ini seperti bentuk penghapusan atau pelarian terhadap konsekuensi yang tidak menyenangkan.

 Fixed interval schedule of reinforcement merupakan penguatan interval tetap berarti penguatan tersebut berlangsung tetap dan dalam interval yang telah ditentukan. Seperti contohnya gaji, yang mana kita mendapatkannya setiap bulan dalam kurun waktu yang tetap dan harga yang tetap. Hal ini berfokus pada interval nya bukan pada kecepatannya.

The partial reinforcement effect merupakan efek yang Sebagian atau sementara. Contohnya saat fauzi melakukan sesuatu setiap hari namun hadiahnya diberikan sekali seminggu, sedangkan rifki melakukan sesuatu setiap hari yang mana diberi hadiah juga tiap hari. Namun jika hadiah dihentikan siapa yang masih bertahan dengan aktivitas itu? Jawabannya adalah fauzi, ia masih bisa berfikir bahwa ohh nanti hadiahnya di akhir, jadi masih ada respon yang ia berikan. Disini dapat disimpulkan bahwa meskipun rifki mendapat lebih cepat dari fauzi, namun ia mampu memberikan efek lebih panjang.

Variable interval schedule of reinforcement merupakan sesuatu yang telah kita siapkan untuk menghadapi penguatan di kemudian hari. Misalnya kita tidak tahu kapan hujan itu datang, maka sebelumnya kita harus mempersiapkan paying, maka saat hujan datang kita punya penguatan.

Fixed ratio schedule of reinforcement merupakan jumlah tanggapan yang dibutuhkan itu relative sama.

d.     Punishment

Punishment atau hukuman merupakan kebalikan dari penguatan. Penguatan negative dapat dikatakan suatu hal yang buruk, begitupun dengan hukuman, merupakan suatu hal yang tidak kita sukai. Hukuman ini terjadi setelah kita melakukan hal tertentu, bertujuan agar perilaku tersebut tidak terulang lagi.

      Punishment by application  merupakan hukuman yang langsung di aplikasikan secara fisik, mungkin saat mendengar kata hukuman hal inilah yang tergambar oleh kita, yaitu berbentuk tamparan, pukulan, dan lainnya.

      Punishment by removal  yang mana disini bentuk hukuman dengan menghilangkan sesuatu yang menyenangkan. Contohnya saat seorang anak diberi hukuman dengan dikurangi porsi perhatian, yang mana disitu anak akan sadar.

      Pemberian hukuman memang dapat mengurangi perilaku tidak baik, namun terdapat juga beberapa kendala. Hukuman lebih berat dari penguatan, hukuman berfungsi untuk melemahkan respon, yang mana ini bisa saja bersifat sementara. Saat menghukum anak, mungkin memang anak itu akan berhenti melakukan suatu perilaku namun hanya dalam waktu tertentu, lambat laun punishment tadi akan terlupa dan anak akan melakukan hal yang sama lagi.

      Berikut beberapa hal yang dapat membuat hukuman lebih efektif :

a.     Hukuman harus segera dengan perilaku, maksudnya setelah adanya perilaku yang salah sebaiknya langsung ditegur dan diberi hukuman, karena jika waktunya lama maka tidak efektif, dan bisa saja lupa kesalahan mana yang dimaksud.

b.     Hukuman itu harus konsisten, hal ini bermakna dua hal, pertama saat kita sudah memberi tahu seseorang bahwa jika melakukan perilaku A maka hukumannya A, jadi harus konsisten saat seseorang itu salah maka harus diterapkan hukumannya. Kedua pemberian hukuman yang meningkat, misal saat melakukan sekali hukumannya A, melakukan dua kali hukumannya B, dan seterusnya.

c.     Hukuman atas perilaku yang salah harus dibarengi penguatan yang benar. Contohnya saat seorang anak memukul kucing, itu merupakan suatu hal yang salah maka dibarengi dengan perilaku yang benar dengan menunjukkan mengelus dan menyayangi kucing.

 

4.     Theory Cognitive Learning

Para pemikir behavioris mereka tidak percaya dengan teori pembelajaran kognitif, lalu mereka meneliti proses berfikir manusia dengan computer (mesin berfikir). Lalu setelahnya mereka minat dan ditemukan bahwa dalam proses berfikir itu juga terdapat proses mental yang mana mempengaruhi perilaku. Ada 3 tokoh yang terkenal sebagai pengembangan teori pembelajaran kognitif :

a.     Edward Tolman

Menjelaskan konsep pembelajaran laten, yang mana pada psikologi gestalt Tolman melakukan penelitian terhadap proses pembelajaran, ia meneliti tikus yang dibagi ke dalam 3 kelompok. Kelompok tikus pertama mereka diletakkan di sebuah labirin dengan penguatan makanan diluarnya. Para tikus itu akhirnya menemukan jalan keluar dan mendapatkan konsekuensi (kesenangan), lalu dihari selanjutnya ia akan mudah untuk keluar dari labirin dengan penguatan tersebut. Kelompok tikus kedua diberikan tempat labirin yang sama tapi tidak ada penguatan (makanan), tikus tetap bisa keluar namun tidak ada penguatan. Kelompok tikus ketiga juga sama, disebut kelompok control. Mereka juga tidak memiliki penguatan. Setelah itu ketiga kelompok tikus digabung, maka kelompok tikus pertamalah yang lebih dulu keluar tanpa kesalahan, dan kelompok yang lain hanya berputar-putar dan tidak sengaja menemukan jalan keluar. Namun dihari selanjutnya semua kelompok tikus diberi makanan, maka kelompok kedua lebih cepat, ia telah punya peta kognitif mengenai labirin, hanya saja ia harus punya alasan mengapa ia melakukan hal itu.

b.     Wolfgang Kohler

Kohler yang lebih berfokus pada proses pembelajaran hewan, yang mana pada masa itu ia meneliti simpanse. Diberi sebuah pisang, maka bagaimana simpanse untuk mendapatkan pisang tersebut, simpanse melakukan berbagai cara, memanjat jeruji, menggunakan tongkat namun tongkat itu tidak bisa menjangkau pisang. Setelah banyak percobaan simpanse hampir nyerah, lalu saat dilihat ke sekeliling ada 2 tongkat, lalu digabung untuk mendapat pisang dan akhirnya ia bisa mendapat pisang. Menurut Kohler pembelajaran tidak hanya sekedar coba-coba tapi butuh penyatuan dengan memperhatikan sekeliling, hal ini disebut insight atau “aha” moment.

c.     Martin Seligman

Martin Seligman ini merupakan pendiri psikologi positif, lalu dengan melihat secara keseluruhan ia berfokus pada pengalaman. Seligman melakukan penelitian terhadap anjing. Ia menemukan sesuatu yang tidak terduga disebut dengan learned helplessness, yaitu kegagalan untuk keluar dari situasi dikarenakan kegagalan yang telah banyak dan berulang terjadi. Pada penelitian pada anjing ini diberikan suatu nada yang akan membuat mereka terkejut, anjing itu diletakkan di dalam kotak dengan penghalang maka ia akan merasa terkejut dengan nada itu. Diteliti lagi anjing di kotak berbeda tapi tidak ada nada, maka ia akan mudah melompat penghalang itu, sedangkan anjing dengan nada ia diam tidak bergerak, dapat disimpulkan bahwa telah terekam nada mengejutkan itu sehingga anjing malas melarikan diri karena ia telah mendengar nada itu.

 

5.     Observational learning

Pembelajaran observational merupakan proses pembelajaran melalui pengamatan terhadal role model (perilaku orang lain). Misalnya saat kita melihat orang lain melakukan perilaku A maka si pengamat akan melakukan perilaku A juga tanpa tahu itu baik atau buruk. Dalam kasus ini dapat dilihat bahwa proses pembelajaran terjadi hanya dari proses pengamatan tidak ada penguatan. Berikut 4 unsur dari Observational Learning :

a.     Attention (perhatian)

Dasar untuk melakukan pembelajaran observasi yaitu dengan perhatian atau memperhatikan modelnya. Contohnya saat kita berada di tempat yang asing maka harus memperhatikan orang lain, bagaimana bersikap

b.     Memory (ingatan)

Memory merupakan seperti pengalam atau ingatan yang pernah kita miliki, misalnya saat kita melakukan sesuatu yang baru lalu kita mengingat cara yang telah diajarkan kemarin.

c.     Imitation (meniru)

Tentunya pada proses belajar dengan observational harus bisa meniru dari pengamatan kepada orang lain.

d.     Desire (keinginan)

Tidak cukup dengan memperhatikan, ingatan, dan meniru tapi juga harus diiringi keinginan. Yang berkuasa terhadap diri adalah diri sendiri jadi mesti ada keinginan untuk merealisasikan.

 

Contoh penerapan dalam kehidupan :

1.     1. Punishment by removal, contohnya saat seorang anak diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk bermain, namun kepercayaan orang tuanya dilanggar, sehingga sebagai konsekuensinya atau hukumannya, anak tersebut dicabut kebebasannya.

2.     2. Observational Learning, contohnya saat kecil yang menjadi role model kita adalah orang tua, saat orang tua membuang sampah pada tempatnya dan kita memperhatikan hal itu maka dengan adanya keinginan kita akan belajar dan melakukan perilaku yang sama. Contoh lainnya saat kita mendengar role model kita mengatakan sesuatu yang buruk maka tidak menutup kemungkinan kita akan melakukan hal yang sama.

 Referensi :

Ciccarelli, Saundra, K. ; White, J. Noland. 2017. Psychology 5th Ed. Pearson Education. New Jersey. 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Proses dan Fungsi Mental : Sensasi dan persepsi

Psikoanalisa dan Humanistik

Stress dan Kesehatan