Learning dan Intelegensi
Learning dan Intelegensi
1. Pengertian
Learnining (Pembelajaran)
Kata belajar mungkin sudah tidak asing lagi kita
dengar, belajar merupakan suatu proses yang kita lakukan untuk mempelajari atau
memahami sesuatu. Belajar itu relative permanen, maksudnya relative permanen
yaitu bagaimana cara kita menerima perubahan tersebut. Perubahan dari yang
awalnya belum tahu menjadi tahu dengan prose belajar. Relative permanen ini
mengacu pada perubahan otak kita secara fisik saat kita mempelajari sesuatu,
otak akan berusaha menyimpan dan mengingat hal itu.
Dalam proses belajar berkaitan dengan pengalaman dan
praktek. Contohnya saat kita melakukan sesuatu yang menyakitkan maka untuk
kedepannya kita akan menghindari hal tersebut. Begitupun sebaliknya jika kita
punya pengalaman yang menyenangkan maka kedepannya kita akan mengulangi hal
yang sama. Disinilah pengalaman kita berperan. Namun tidak semua perubahan
disebut sebagai pembelajaran, seperti perubahan tinggi badan, berat badan itu
bukanlah pembelajaran melainkan dipengaruhi factor biologis.
2. Classical
Conditioning
Classical Conditioning ini merupakan sebuah teori yang
mempelajari suatu kondisi dimana mengaitkan hubungan antara stimulus dan
respon. Berawal dari Pavlov mengenai penelitiannya terhadap anjing, yang mana
anjing tersebut mengeluarkan salivanya saat diberi makanan. Saliva ini dapat
mebantu anjing dalam mencerna makanan, Pavlov menyadari dengan adanya stimulus
maka akan ada respon. Stimulus disini yaitu makanan dan responnya saliva. Lalu
Pavlov juga mempelajari mengenai klasik pengkondisian (Classical Conditioning).
Elements dari Classical Conditioning, jika suatu
stimulus tanpa syarat berarti unconditioned stimulus (UCS), yang mana
adanya respon dari stimulus yang tanpa dipelajari yang terjadi secara spontan
atau otomatis. Pada penelitian Pavlov terhadap anjing, saat melihat piring
berisikan makanan ia akan mengeluarkan air liur secara otomatis. Respon yang
tidak dipelajari disebut unconditioned response (UCR).
Conditioned stimulus (CS) disini
respon yang diberikan itu sudah dipelajari makanya disebut terkondisi. Pada
penelitian Pavlov itu dengan adanya bel, saat ada bel tidak ada makanan tidak
ada saliva, lalu ada bel ada makanan ada saliva. Hal ini dilakukan secara
berulang maka saat ada bel saja sudah ada saliva, begitulah bentuk Pelajaran
responnya. Respon yang dipelajari disebut conditioned response (CR).
Namun hal ini terdapat beberapa pengecualian :
1. CS
harus lebih dahulu dari UCS, maka bel harus lebih dulu dari pemberian makanan.
2. CS
dan UCS harus dalam waktu yang berdekatan, agar anjingnya bisa mendeteksi dan
mudah mempelajari kondisi tersebut.
3. Stimulus
netral harus dipasangkan dengan UCS.
4. CS
itu biasanya harus berupa stimulus yang menonjol, karena jika tidak maka akan
susah dideteksi.
Ada
beberapa prinsip dari Classical Conditioning :
1. Stimulus
Generalization
Pavlov menemukan jika
terdapat stimulus yang diberikan itu memiliki nada atau suara yang serupa maka
cenderung akan memberikan respon yang sama. Contohnya saat mendengar bor gigi
kita merasa cemas maka akan serupa pula saat mendengar mesin bor jalan, kita
juga akan cemas.
2. Stimulus
Discrimination
Suatu kondisi dimana
dapat membedakan respon yang diberikan terhadap stimulus yang berbeda. Pada
teori ini juga dapat memutuskan apakah kita akan merespon atau tidak.
3. Extinstion
Hilang atau punahnya respon suatu organisme, hal ini diakibatkan oleh CS tidak diikuti oleh UCS. Sedangkan pada pengecualian di atas dijelaskan bahwa CS dan UCS itu harus dalam waktu yang berdekatan, hal ini juga termasuk pembelajaran yang akan mempengaruhi kepercayaan.
4. Spontaneous
Recovery
Merupakan pemulihan
secara spontan, yang mana hal ini terjadi dengan tumbuhnya respon lagi atau CS
setelah mengalami kepunahan. Namun biasanya pemulihan ini bersifat lemah dan
dalam waktu yang sebentar.
3. Operant
Conditioning
Pada Operant Conditioning ini mempelajari mengenai
proses belajar atas dasar sengaja.
a. Operant
Conditioning Menurut Thorndike
Kotak puzzle dan hukum
efek, Thorndike merupakan salah satu ahli yang meneliti tentang mempelajari
proses sukarela atau sengaja. Meskipun awalnya ini tidak bisa dikatakan operant
conditioning, Thorndike meneliti seekor kucing yang dimasukkan ke dalam puzzle
box yang mana jika ingin keluar dengan menekan tombol pada lantai kotak. Saat
diletakkan makanan di luar kotak, kucing itu akan terangsang dan mencari jalan
keluar dengan mendorong, menggesekkan badannya, namun tidak berhasil. Namun
dengan tidak sengaja ia menekan tombol itu dan seketika kotak terbuka dan
kucing bisa melarikan diri dan mendapat makanan. Dapat disimpulkan hukum
efeknya bahwa jika tindakan itu mendapat konsekuensi yang menyenangkan maka
akan terulang kembali dan begitupun sebaliknya jika konsekuensinya tidak
menyenangkan maka tidak akan terulang lagi.
b. Operant
Conditioning Menurut B.F. Skinner
Skinner dalam karya Thorndike menjelaskan bahwa semuanya merupakan proses pembelajaran, hingga dinamakanlah operant conditioning. Menurut Skinner operant conditioning adalah apapun kegiatan yang kita lakukan di lingkungan, menurutnya segala tindakan sukarela itu dilakukan untuk mencapai keinginan dan menghindari hal yang tidak kita inginkan. Operant conditioning ini lebih berfokus pada apa yang didapatkan setelah perilaku, apa konsekuensinya.
c. Reinforcement
Reinforcement
adalah suatu bentuk penguatan untuk respon yang lebih besar, biasanya untuk
konsekuensi yang bersifat menyenangkan dan akan berpotensi untuk terjadi
kembali.
Primary
and Secondary Reinforcers merupakan sebuah peristiwa atau benda yang berguna
untuk memperkuat perilaku. Contohnya disaat ibu menyuruh kakak untuk membantu
di dapur dan akan diberi hadia yaitu ada 2 pilihan, antara mainan dan uang Rp.
100.000, maka kakak akan cenderung memilih uang. Beda lagi jika ibu menyuruh
adik masih dengan hadiah yang sama, maka adik akan cenderung memilih mainan karena
ia masih belum paham harga dari uang tersebut.
· Penguatan
Positif
Penguatan ini mendapatkan
konsekuensi yang positif atau menyenangkan dan akan meningkatkan respon serta
akan berpotensi besar untuk terulang kembali.
· Penguatan
Negatif
Penguatan ini sebaliknya yakni dengan konsekuensi yang negative atau tidak menyenangkan, namun tidak menutup kemungkinan untuk dapat terulang Kembali. Hal ini seperti bentuk penghapusan atau pelarian terhadap konsekuensi yang tidak menyenangkan.
Fixed interval schedule of reinforcement
merupakan penguatan interval tetap berarti penguatan tersebut berlangsung tetap
dan dalam interval yang telah ditentukan. Seperti contohnya gaji, yang mana
kita mendapatkannya setiap bulan dalam kurun waktu yang tetap dan harga yang
tetap. Hal ini berfokus pada interval nya bukan pada kecepatannya.
The
partial reinforcement effect merupakan efek yang
Sebagian atau sementara. Contohnya saat fauzi melakukan sesuatu setiap hari
namun hadiahnya diberikan sekali seminggu, sedangkan rifki melakukan sesuatu
setiap hari yang mana diberi hadiah juga tiap hari. Namun jika hadiah
dihentikan siapa yang masih bertahan dengan aktivitas itu? Jawabannya adalah
fauzi, ia masih bisa berfikir bahwa ohh nanti hadiahnya di akhir, jadi masih
ada respon yang ia berikan. Disini dapat disimpulkan bahwa meskipun rifki
mendapat lebih cepat dari fauzi, namun ia mampu memberikan efek lebih panjang.
Variable
interval schedule of reinforcement merupakan sesuatu yang
telah kita siapkan untuk menghadapi penguatan di kemudian hari. Misalnya kita
tidak tahu kapan hujan itu datang, maka sebelumnya kita harus mempersiapkan
paying, maka saat hujan datang kita punya penguatan.
Fixed ratio schedule of reinforcement merupakan jumlah tanggapan yang dibutuhkan itu relative sama.
d. Punishment
Punishment
atau hukuman merupakan kebalikan dari penguatan. Penguatan negative dapat
dikatakan suatu hal yang buruk, begitupun dengan hukuman, merupakan suatu hal
yang tidak kita sukai. Hukuman ini terjadi setelah kita melakukan hal tertentu,
bertujuan agar perilaku tersebut tidak terulang lagi.
Punishment by application merupakan hukuman yang langsung di aplikasikan
secara fisik, mungkin saat mendengar kata hukuman hal inilah yang tergambar
oleh kita, yaitu berbentuk tamparan, pukulan, dan lainnya.
Punishment by removal yang mana disini bentuk hukuman dengan
menghilangkan sesuatu yang menyenangkan. Contohnya saat seorang anak diberi
hukuman dengan dikurangi porsi perhatian, yang mana disitu anak akan sadar.
Pemberian hukuman memang dapat mengurangi perilaku tidak baik, namun terdapat juga beberapa kendala. Hukuman lebih berat dari penguatan, hukuman berfungsi untuk melemahkan respon, yang mana ini bisa saja bersifat sementara. Saat menghukum anak, mungkin memang anak itu akan berhenti melakukan suatu perilaku namun hanya dalam waktu tertentu, lambat laun punishment tadi akan terlupa dan anak akan melakukan hal yang sama lagi.
Berikut beberapa hal yang dapat membuat hukuman lebih efektif :
a. Hukuman
harus segera dengan perilaku, maksudnya setelah adanya perilaku yang salah
sebaiknya langsung ditegur dan diberi hukuman, karena jika waktunya lama maka
tidak efektif, dan bisa saja lupa kesalahan mana yang dimaksud.
b. Hukuman
itu harus konsisten, hal ini bermakna dua hal, pertama saat kita sudah memberi
tahu seseorang bahwa jika melakukan perilaku A maka hukumannya A, jadi harus
konsisten saat seseorang itu salah maka harus diterapkan hukumannya. Kedua
pemberian hukuman yang meningkat, misal saat melakukan sekali hukumannya A,
melakukan dua kali hukumannya B, dan seterusnya.
c. Hukuman
atas perilaku yang salah harus dibarengi penguatan yang benar. Contohnya saat
seorang anak memukul kucing, itu merupakan suatu hal yang salah maka dibarengi
dengan perilaku yang benar dengan menunjukkan mengelus dan menyayangi kucing.
4. Theory
Cognitive Learning
Para pemikir behavioris mereka tidak percaya dengan
teori pembelajaran kognitif, lalu mereka meneliti proses berfikir manusia
dengan computer (mesin berfikir). Lalu setelahnya mereka minat dan ditemukan bahwa
dalam proses berfikir itu juga terdapat proses mental yang mana mempengaruhi
perilaku. Ada 3 tokoh yang terkenal sebagai pengembangan teori pembelajaran
kognitif :
a. Edward
Tolman
Menjelaskan konsep
pembelajaran laten, yang mana pada psikologi gestalt Tolman melakukan
penelitian terhadap proses pembelajaran, ia meneliti tikus yang dibagi ke dalam
3 kelompok. Kelompok tikus pertama mereka diletakkan di sebuah labirin dengan
penguatan makanan diluarnya. Para tikus itu akhirnya menemukan jalan keluar dan
mendapatkan konsekuensi (kesenangan), lalu dihari selanjutnya ia akan mudah
untuk keluar dari labirin dengan penguatan tersebut. Kelompok tikus kedua diberikan
tempat labirin yang sama tapi tidak ada penguatan (makanan), tikus tetap bisa
keluar namun tidak ada penguatan. Kelompok tikus ketiga juga sama, disebut
kelompok control. Mereka juga tidak memiliki penguatan. Setelah itu ketiga
kelompok tikus digabung, maka kelompok tikus pertamalah yang lebih dulu keluar
tanpa kesalahan, dan kelompok yang lain hanya berputar-putar dan tidak sengaja
menemukan jalan keluar. Namun dihari selanjutnya semua kelompok tikus diberi
makanan, maka kelompok kedua lebih cepat, ia telah punya peta kognitif mengenai
labirin, hanya saja ia harus punya alasan mengapa ia melakukan hal itu.
b. Wolfgang
Kohler
Kohler yang lebih
berfokus pada proses pembelajaran hewan, yang mana pada masa itu ia meneliti
simpanse. Diberi sebuah pisang, maka bagaimana simpanse untuk mendapatkan
pisang tersebut, simpanse melakukan berbagai cara, memanjat jeruji, menggunakan
tongkat namun tongkat itu tidak bisa menjangkau pisang. Setelah banyak
percobaan simpanse hampir nyerah, lalu saat dilihat ke sekeliling ada 2
tongkat, lalu digabung untuk mendapat pisang dan akhirnya ia bisa mendapat pisang.
Menurut Kohler pembelajaran tidak hanya sekedar coba-coba tapi butuh penyatuan
dengan memperhatikan sekeliling, hal ini disebut insight atau “aha” moment.
c. Martin
Seligman
Martin Seligman ini merupakan pendiri
psikologi positif, lalu dengan melihat secara keseluruhan ia berfokus pada
pengalaman. Seligman melakukan penelitian terhadap anjing. Ia menemukan sesuatu
yang tidak terduga disebut dengan learned helplessness, yaitu kegagalan
untuk keluar dari situasi dikarenakan kegagalan yang telah banyak dan berulang
terjadi. Pada penelitian pada anjing ini diberikan suatu nada yang akan membuat
mereka terkejut, anjing itu diletakkan di dalam kotak dengan penghalang maka ia
akan merasa terkejut dengan nada itu. Diteliti lagi anjing di kotak berbeda
tapi tidak ada nada, maka ia akan mudah melompat penghalang itu, sedangkan
anjing dengan nada ia diam tidak bergerak, dapat disimpulkan bahwa telah
terekam nada mengejutkan itu sehingga anjing malas melarikan diri karena ia
telah mendengar nada itu.
5. Observational
learning
Pembelajaran observational merupakan proses
pembelajaran melalui pengamatan terhadal role model (perilaku orang lain). Misalnya
saat kita melihat orang lain melakukan perilaku A maka si pengamat akan
melakukan perilaku A juga tanpa tahu itu baik atau buruk. Dalam kasus ini dapat
dilihat bahwa proses pembelajaran terjadi hanya dari proses pengamatan tidak
ada penguatan. Berikut 4 unsur dari Observational Learning :
a. Attention
(perhatian)
Dasar untuk melakukan
pembelajaran observasi yaitu dengan perhatian atau memperhatikan modelnya. Contohnya
saat kita berada di tempat yang asing maka harus memperhatikan orang lain,
bagaimana bersikap
b. Memory (ingatan)
Memory merupakan seperti
pengalam atau ingatan yang pernah kita miliki, misalnya saat kita melakukan
sesuatu yang baru lalu kita mengingat cara yang telah diajarkan kemarin.
c. Imitation
(meniru)
Tentunya pada proses
belajar dengan observational harus bisa meniru dari pengamatan kepada orang
lain.
d. Desire
(keinginan)
Tidak cukup dengan memperhatikan, ingatan, dan meniru tapi juga harus diiringi keinginan. Yang berkuasa terhadap diri adalah diri sendiri jadi mesti ada keinginan untuk merealisasikan.
Contoh
penerapan dalam kehidupan :
1. 1. Punishment
by removal, contohnya saat seorang anak diberi kebebasan oleh orang tuanya
untuk bermain, namun kepercayaan orang tuanya dilanggar, sehingga sebagai
konsekuensinya atau hukumannya, anak tersebut dicabut kebebasannya.
2. 2. Observational
Learning, contohnya saat kecil yang menjadi role model kita adalah orang tua,
saat orang tua membuang sampah pada tempatnya dan kita memperhatikan hal itu
maka dengan adanya keinginan kita akan belajar dan melakukan perilaku yang
sama. Contoh lainnya saat kita mendengar role model kita mengatakan sesuatu
yang buruk maka tidak menutup kemungkinan kita akan melakukan hal yang sama.
Komentar
Posting Komentar